‘Uqbah bin Abi Mu’ith terekam secara lebar dalam catatan yang hina, sikap hina lagi jelek yang dimilikinya menunjukkan kerendahan pribadinya, kesewenang-wenangannya dan kehinaannya. Hampir tidak ada seorang pun yang menananginya, atau orang rendah yang mengunggulinya dalam perkara yang buruk.
Dia duduk bersama kaum Quraisy dalam majelis yang sangat merendahkannya, maka dia terpaksa mencari muka, dia bergegas mendekati mereka, sebagai upaya meraih keridhaan mereka.
Para pengemuka Quraisy yang jelek mengetahui.keburukan lelaki yang bodoh dalam tingkat yang sangat menghinakan, mereka memanfaatkannya dalam perkara yang amat sangat buruk.
Kehidupan Jahiliyah tidak mengenal sikap atau peran serta ‘Uqbah yang menunjukkan kemuliaannya, karena dia adalah seorang yang suka berpesta pora lagi berlagak berani.
Alkisah lelaki fajir lagi buruk ini mendengarkan para pembesar Quraisy, Abu Jahal dan kawan-kawannya berkata dalam majelis yang amat hina, “Siapa yang akan mengambil sampah di samping kita ini, kemudian meletakkannya di punggung Muhammad saat dia sujud?”
Maka bergegaslah orang yang paling buruk di antara mereka, dia bergegas menyambut gagasan itu mendahului yang lainnya, orang berdosa ini menyandarkan nasabnya pada Quraisy, dia cepat dalam menunaikan keinginan mereka yang penuh dosa dengan berkata, “Saya.”
Mereka berkata dengan pencibiran dan penghinaan, “Benar, engkaulah yang layak wahai Abul Walid.”
Lelaki fajir itu bergegas pergi ke sampah yang dimaksud, dimana binatang paling kotor dan paling jelek saja jijik mendekati sampah itu. Lantas ia membawanya, kemudian diletakkan di atas punggung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau bersujud, khalayak menyaksikannya dengan tepuk tangan dan tertawa hingga badan mereka bergoncang miring ke badan temannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap dalam sujud dan munajat Beliau, hingga bergegaslah salah seorang yang melihat kejadian itu menuju Fathimah binti Rasulullah, wanita pemimpin dunia, putri makhluk Allah paling mulia dari sisi ayah maupun ibu. la menemui ayahnya seraya megangkat kotoran dari punggung ayahnya yang mulia, ia mencuci bekas-bekas yang menimpa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam karena perbuatan orang fa]ir tersebut. Kemudian Fathimah menemui sekelompok Quraisy yang menghinanya, lalu ia mencela dan mencaci mereka. Mereka pun menundukkan kepala dan tidak dapat membalas sepatah kata pun, mereka terpukul penghinaan tersebut serta memperoleh kemurkaaan Allah.
Kemudian Mereka Dihinakan
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam usai melakukan shalat dan bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Beliau memandang dengan pandangan yang menyeluruh, seakan laknat dari langit menimpa mereka, kemudian Beliau menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mendoakan kecelakaan atas mereka. Kebiasaan Beliau apabila berdoa sebanyak tiga kali, demikian pula apabila memohon sebanyak tiga kali. Kemudian Beliau berdoa, “Ya Allah, hukumlah Quraisy.”
Tatkala mendengar suara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menghentikan suara tawanya takut akan doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Beliau melanjutkan, “Ya Allah, hukumlah Abu Jahal, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Al-Walid bin ‘Uqbah, Umayyah bin Khalaf dan ‘Uqbah bin Abi Mu’ith.”
Orang fajir (berdosa) lagi tercela ‘Uqbah –semoga Allah melaknatnya- melihat situasi mencekam di hadapan para pembesar Quraisy hingga dia merasa hina, dia pun mundur pertanda merasa rendah, hina dan kalah, dia tidak mengira atau tidak membayangkan bahwa orang-orang kafir akan berada dalam situasi yang memalukan seperti itu.
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, yang telah mengutus Muhammad dengan haq, aku melihat orang-orang yang disebut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tewas terkapar di peperangan Badar, kemudian mereka diseret ke sumur Badr.”
Tanyakan Padanya Tiga Perkara
Habislah inisiatif ‘Uqbah dalam merintangi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berunding dengan Quraisy untuk mencari cara guna menutup celah dari jendela yang bisa dimasuki cahaya Nabawi. Usai pertemuan, para pembesar menghasilkan kesepakatan mengutus rombongan ke kaum Yahudi Madinah agar mengetahui hakikat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kebenaran dakwahnya.
Yang menjadi pilihan Quraisy adalah dua orang yang paling keras permusuhannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satunya setan Quraisy, an-Nadhr Ibnul Harits al-’Abdari dan yang lain paling, adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith, orang yang paling sengsara.
Keduanya pergi menuju Madinah, keduanya bertanya kepada para pendeta Yahudi tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya menggambarkan perkara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagian perkataan Beliau pada mereka, dan keduanya berkata, “Sesungguhnya kallan Ahli Taurat, kami datang untuk mencari tahu tentang teman kami ini.”
Para pendeta Yahudi berkata pada keduanya, “Tanyakanlah padanya tiga perkara, jika dia menjawab berarti dia seorang Nabi yang diutus, jika tidak berarti dia pembual, silahkan kallan pertimbangkan.
Tanyakan padanya tentang para pemuda yang telah pergi di masa lalu, bagaimana ceritanya? Karena mereka memiliki kisah yang menakjubkan.
Tanyakanlah berita tentang seseorang yang mengelilingi bumi ke Barat dan Timur? Dan tanyakanlah kepadanya tentang roh?
Dan Mereka Bertanya Kepadamu Tentang…
Dua orang lelaki yang jelek dan sengsara ‘Uqbah dan An-Nadhr –semoga keduanya dilaknat Allah– datang menjumpai Quraisy, keduanya terpedaya, dan bergelimang dosa. Keduanya, juga orang-orang Quraisy, mengira akan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti arang –alangkah mereka dari cita-cita itu-.
Tatkala mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang para pemuda yang hidup di masa lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:
“Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim [sebagian Ahli Tafsir mengartikan nama anjing dan sebagian yang lain mengartikan batu bersurat] itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a: ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).’” (QS. Al-Kahfir: 9-10)
Dan ayat-ayat berikutnya meriwayatkan kisah para pemuda secara lengkap.
Kemudian mereka bertanya mengenai lelaki yang selalu mengelilingi bumi, maka Allah menurunkan:
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.’” (QS. Al-Kahfi: 83) Hingga akhir cerita, juga tentang penjelajahannya di dunia Timur dan Barat.
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firmannya tentang roh:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.’” (QS. Al-Israa: 85)
Roh merupakan makhluk yang aneh di antara makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala, salah satu rahasia Allah, tidak ada yang mengetahui hakikatnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka cukuplah bagi kalian tentangnya dengan mengetahui pengaruhnya, dalam bentuk kehidupan, perasaan dan adanya kemampuan untuk membedakan, bagaimana pun ilmu kalian, maka sungguh ia hanyalah sedikit jika dibandingkan dengan ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berakhirlah dialog antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan para pengemuka Quraisy dan orang yang paling busuk di antara mereka, yakni Uqbah. Merekalah orang-orang yang merugia lagi kecwa, utusan mereka kepada Yahudi membawa pukulan dan hujjah atas mereka, ganjalan dalam jiwa, juga mengeruhkan kehidupan mereka, khuusnya Uqbah dan An-Nadhr, dua orang yang bernasib kecewa dan gagal serta kembaliu dengan akhir yang buruk.
Ya Allah Sungkurkanlah dan Bantinglah Dia
Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah, Beliau menetap bersama kaum muhajirin di sisi kaum anshar dalam jaminan paling mulia, akan tetapi apakah Uqbah meninggalkan kejahatan dan kesesatan?!
Sebenarnya api kedenkian dalam jiwa lelaki jahat ini menyala lebih besar dari sebelumnya, dia mengancam dan berjanji dengan mengata-ngatai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin.
Si Uqbah di Mekah, sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, ketika itu dia mengatakan ancaman dalam dua bait syair:
Wahai penunggang unta yang jauh meninggalkan kami, sebentar lagi engkau akan melihatku menunggang kuda menyusulmu. Aku akan menghunjamkan tombakku pada kalian kemudian menyiksa dengannya. Dan pedang ini akan membabat kalian setiap kali ada penghalan.
Tatkala ada yang menyampaikan perkataan Uqbah –semoga Allah menghinakannya- kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, Ya Allah, sungkurkanlah lubang hidungnya dan bantinglah Dia.”
Kaum Quraisy suatu hari dibangkitkan oleh teriakan yang menyerukan penyelamatan barang dagangan mereka, orang-orang bersiap siaga, yang terdepan adalah Uqbah dengan menunggang kudanya. Sebelum dia meninggalkan Mekah, orang-orang jahat sepertinya berkeliling memeriksa rekan-rekannya, dia bertemu Umayyah bin Khalaf –tokoh kekufuran dan orang kafir- telah mengumpulkan pasukan, dia terkenal sebagai orang tua yang berat lagi lambat, lantas datanglah ‘Uqbah dan mencelanya dengan sifat penakut dan pengecut, dia datang dengan tempat dupa yang didalamnya ada bahan-bahan yang dibuat untuk membakar dupa, dia berkata dengan nada mengejek:
“Wahai Abu ‘Ali berukuplah (memakai wangi-wangian), sesungguhnya engkau bagian dari kaum wanita.”
Umayyah berkata, “Semoga Allah memburukkanmu dan memburukkan apa yang kau bawa. Kemudian dia bersiap-siap dan pergi bersama mereka.”
Kaum musyrikin menuju Badr, sedangkan kaum muslimin telah mendahului mereka disana. Mereka mendapati dua orang lelaki, seseorang dari Quraisy dan budak ‘Uqbah bin Abi Mu’ith. Lelaki Quraisy Iolos lari, sedangkan budak ‘Uqbah tertangkap. Kaum muslimin bertanya padanya, “Berapa jumlah kaum musyrikin?” Dia menjawab dengan buruk dan penuh tipu daya sebagaimana dia belajar dari tuannya ‘Uqbah, “Demi Allah, jumlah mereka banyak dan kekuatannya besar.” Hanya itulah jawabnya, Lantas mereka membawanya ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun dia enggan memberitahu jumlah yang sebenarnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Berapa banyak mereka menyem-belih unta?” Budak itu menjawab, “Sepuluh ekor setiap hari.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka berjumlah seribu, setiap ekor untuk kurang lebih 100 orang.”
Dia Habisi Saat Ditawan
Meletuslah peperangan Badr, kedua pasukan bertemu. Pedang-pedang kaum muslimin menebas leher orang-orang kafir hingga terpisah dari tubuh mereka.
Terdapat dua oase dan dataran lapang tempat persem-bunyian orang-orang yang kabur dan takut pada pedang. Maka tertangkaplah mereka sebagai tawanan dibelenggu rantai dalam keadaan hina. Diantara mereka benalu Quraisy yang jahat, ‘Uqbah bin Abi Mu’ith -semoga Allah melaknatnya-, Allah telah menyungkurkannya ke tanah saat kudanya terpeleset, ‘lalu ditawan oleh ‘Abdullah bin Salamah al-’Ajlani, Allah telah mengabulkan doa Nabi-Nya tentang orang jahat ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama rombongan menuju Madinah, ketika perjalanannya tiba di ‘lrqazh Zhabyah Beliau menyuruh ‘Ashim bin Tsabit bin Abi aI-Aqlah aI-Anshari al-’Aqabiy al-Badri untuk membunuh orang paling jahat yang berjalan di tanah Mekah, juga yang berusaha membunuh kaum muslimin ‘Uqbah bin Abi Mu’ith -semoga laknat Allah yang bertubi menimpanya-.
Tatkala si Penakut lagi pengecut ini mendengar periotah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dia dibunuh, dia pun berteriak seperti anak kecil dengan diliputi kehinaan dan memelas seraya berlagak lupa akan tindakan sewenang-wenangnya, “Wahai Muhammad siapakah yang akan mengurus anak-anakku?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Neraka.”
Az-Zarqani rahimahullah berkata dalam penjelasan AI-Mawaahib aI-Laduniyyah: Diriwayatkan bahwa ‘Uqbah berkata, “Wahai kaum Quraisy, bagaimana aku dibunuh diantara kalian dalam keadaan terikat seperti ini?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Karena kekufuran-mu dan kedustaanmu kepada Allah.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyatakan kepadanya, “Engkau bukan dari Quraisy, engkau hanyalah seorang Yahudi dari penduduk Shafuriyyah?!”
Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu mendengar tatkala ‘Uqbah berkata, “Bagaimana aku dibunuh diantara Quraisy dalam keadaan terikat seperti ini?!”
Maka Umar Ibnul Khaththab berkata, “Kayu palsu itu bersuara,”
Demikianlah kecerdasan Umar, dia memaparkan nasab ‘Uqbah. Hal itu karena kayu yang digunakan untuk mengocok undian dalam perjudian mungkin disisipi kayu pinjaman (palsu) yang telah diuji coba kemampuannya, lantas dipinjam untuk itu. Apabila digerakkan bersama wadah pengocok maka terdengarlah suaranya yang berbeda karena unsur bahan yang berbeda antara keduanya. Maka jadilah ungkapan tenar, “Kayu palsu itu bersuara.” Umar memberikan contoh dengan hal ini, beliau menginginkan agar ‘Uqbah tidak digolongkan sebagai Quraisy. Hal ini senada dengan apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Uqbah, “Sesungguhnya engkau orang Yahudi dari Shafuriyyah?”
Asy-Sya’bi rahimahullah berkata: Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar ‘Uqbah dibunuh, dia berkata, “Akankah engkau membunuhku wahai Muhammad, diantara kalangan Quraisy?!”
Nabi menjawab, “Ya, tahukah kallan apa yang telah dia akukan terhadapku? Dia datang saat aku sujud di belakang maqam, lantas dia menginjakkan kakinya ke leherku dan menekannya. Dia tidak mengangkatnya hingga aku mengira kedua mataku akan lepas keluar. Dan pada kesempatan lain dia datang dengan Salaa (wadah anak kambing berupa kulit tipis yang keluar bersama janin kambing) lantas melemparkannya ke atas kepalaku saat aku sujud, maka datanglah Fathimah -nembersihkannya dari kepalaku.”
‘Ashim bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu maju dan melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia menyucikan bumi dari najis orang yang berdosa ini sebagai balasan yang setimpal atas kefajiran dan kesewenang-wenangannya.
Terbunuhnya Dia Merupakan Keadilan dan Hikmah yang Mengesankan
Imam AI-Khaththabi rahimahullah berdalil dalam Ma’aalim as-Sunan zengan kisah terbunuhnya ‘Uqbah bin Abi Mu’ith –semoga dilaknat Allah- atas bolehnya membunuh panglima perang yang ditawan apabila terlihat kemaslahatan dibaliknya.
Sesuatu yang sudah tidak diragukan lagi bahwa pembunuhan ‘Uqbah –yang terlaknat- terdapat maslahat yang besar, buahnya dapat dipetik dengan jangkauan tangan, yaitu mema-tahkan kekuatan orang yang keji, fasiq dan pelaku maksiat, juga pelopor permusuhan, apalagi pada saat itu, usai perang Badr. Kemudian untuk penyejuk hati kaum muslimin dan pembangkit semangat mereka, di mana mereka percaya dengan seyakin-yakinnya bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengawasi orang-orang yang menentang Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin.
Tidak diragukan lagi bahwa keberadaan ‘Uqbah bin Abi Mu’ith dan membiarkannya tidak dibunuh kala itu, terhitung sebagai sumber bahaya besar bagi Islam. Kalau sekiranya dilepaskan bebas, niscaya dia tidak akan segan-segan menempuh berbagai jalan apapun yang membawa mashlahat bagi syirik dan kaum musyrikin, membuat tipu daya untuk Islam dan kaum muslimin. Maka membunuhnya dan memberi balasan yang sepadan merupakan hikmah yang luar biasa dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm: 3-5)
Dan Ketika Orang yang Zhalim Menyesali Perbuatannya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan (Ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya (maksudnya menyesali perbuatannya), seraya berkata, ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan (maksudnya syaithan atau orang yang telah menyesatkannya di dunia) itu teman akrab (ku). Sesungguhnya alia telah menyesatkan aku dari Alquran ketika AI-Qur’an itu telah datang kepadaku.’ Dan adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 27-29)
Tersebutkan keterangan dari Ahli Tafsir diantara mereka: ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, Said Ibnul Musayyab rahimahullah bahwa orang yang berbuat zhalim dalam ayat ini maksudnya ‘Uqbah bin Abi Mu’ith –semoga dia dilaknat Allah-, ialah kawan dekat Umayyah atau Ubay bin Khalaf. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan tentang dua orang yang akan terbunuh diatas kekufuran, lantas keduanya terbunuh dalam kesempatan itu.
Cukuplah sebagai bukti kejelekan ‘Uqbah bahwasanya AIlah menamakannya seorang yang zhalim, dan dia akan menggigit kedua jarinya. Dia menyesali diri mengapa dia berlebihan melanggar hak Allah dan sebelumnya dia tergolong orang yang mengolok-olok, lantas dia menjadi orang-orang yang merugi. Allah mengabarkan bahwa ‘Uqbah kelak akan menyesal dan berkata, “Duhai binasanya diriku, celakalah aku dan alangkah meruginya diriku, sekiranya aku tidak berteman dengan fulan dan tidak menjadikannya sebagai kawanku.”
Lafazh (fulan) merupakan kiasan bagi orang yang menyesatkannya, yaitu Ubay bin Khalaf, dia telah menyesatkanku dan petunjuk dan keimanan sesudah aku beriman dan mendapat petunjuk –seperti dikisahkan sebelumnya-.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Setiap orang yang memalingkan diri dari jalan Allah dan ditaati dalam melanggar ketentuan-Nya, maka dia adalah setan bagi manusia, ia terhina saat turunnya bencana dan siksa.
Alangkah bagusnya perkataan berikut:
Bertemanlah dengan manusia yang baik niscaya engkau selamat. Dan berteman dengan orang yang buruk akan mendatangkan sesal suatu hari.
Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyaksikan kekufuran ‘Uqbah terhadap Allah dan Rasul-Nya serta kitab-Nya –hal itu tatkala dia terbunuh- Beliau bersabda, “Demi Allah, engkau sejelek-jelek lelaki yang kukenal, mengingkari Allah dan Rasul-Nya serta kitab-Nya dan menyakiti Nabi-Nya. Maka aku bersyukur kepada Allah yang telah membunuhmu dan menjadikan mataku sejuk karenanya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam Neraka bagi ‘Uqbah dan yang semisalnya karena penentangan dan gangguan mereka. Sebagaimana diketahui bahwa ‘Uqbah dahulu mengganggu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang yang mengganggu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan RasuI-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57)
Banyak nash AI-Qur’an yang mengancam orang yang membantu dalam mengganggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bagaimana dengan si Pelaku?! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka adzab yang pedih.” (QS. At-Taubah 61).
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabarkan ‘Uqbah dan kuffar quraisy, mereka yang terbunuh dalam peperangan Badr akan dimasukkan ke Neraka dalam firman-Nya:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah me-nukar nikmat Allah dengan kekafiran dan meniatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu Neraka Jahannam, mereka masuk kedalamnya, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (QS. Ibrahim: 28-29)
Cukuplah dalam hal ini sebagai kecaman dan ancaman bagi ‘Uqbah dan semisalnya dari para pemimpin orang-orang ,kafir dan sesat. Apakah sesudah kekufuran ada dosa yang lebih besar lagi?!
Selesai
Sumber: Orang-orang yang Divonis Masuk Neraka, Pustaka Darul Ilmi, Cetakan Pertama Sya’ban 1429 H/ Agustus 2008 M