SEJAK kasus bom Boston heboh dan nama Katherine Russell mencuat, stereotip dan tuduhan kembali dikaitkan dengan para mualaf wanita di Amerika. Media mengungkapkan, mereka digambarkan sebagai orang-orang yang telah dicuci otaknya.
“Siapapun yang memakai jilbab, orang di Amerika menanggap bahwa ia telah kehilangan kebebasan,” kata Lauren Schreiber kepada NBC News Jumat, (26/4/2013).
Schreiber menjadi mualaf pada tahun 2010, dan sejak itu sering kali ia mendengar komentar miring tentang mualaf dan jilbab, mulai dari teroris sampai pada pencucian otak seperti media ungkapkan.
“Seseorang menjadi mualaf bukan karena dipaksa atau di cuci otaknya,” jelas Schreiber.
Schreiber, yang merupakan bagian Humas Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), dia menolak tuduhan bahwa Islam mendorong para pria atau suami untuk bertindak semaunya terhadap istri mereka.
“Laki-laki kasar itu ada di semua warna, kebangsaan, etnis dan agama,” katanya.
“Bahkan tidak ada yang mengatakan bahwa agama kristen sekalipun mengajarkan kekerasan terhadap perempuan meski ada beberapa orang Kristen yang kasar,” tambahnya.
Schreiber mengungkapkan banyak orang yang tidak percaya atas dirinya. Mana mungkin, seorang kulit putih dan berlogat khas Amerika namun memakai jilbab, namun dia menghargai ketika orang-orang bertanya tentang dirinya daripada membuat asumsi atau pandangan negatif.
“Saya hanya ingin orang tahu bahwa ada perempuan Muslim Amerika yang mengenakan jilbab dan itu adalah keyakinan dan pilihannya sendiri, bukan karena ada orang yang memaksa mereka apalagi di cuci otaknya,” katanya. [islampos]
Judul : Mualaf Wanita Amerika: ‘Otak Kami Tidak Dicuci!’
Deskripsi : SEJAK kasus bom Boston heboh dan nama Katherine Russell mencuat, stereotip dan tuduhan kembali dikaitkan dengan para mualaf wanita di Amerik...