Jakarta - Sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Tanah Air terus mendapatkan tekanan dari negara industri besar maupun negara industri baru. Di Asia Tenggara (ASEAN),
kinerja ekspor TPT Indonesia masih jauh tertinggal dengan Vietnam.
Hal ini disampaikan Menteri Perindustrian MS Hidayat usai membuka Munas ke XIII Asosiasi Pertekstilan Indonesia di Gedung JIExpo Kemayoran Jakarta, Kamis (18/04/2013).
"Walaupun kita masuk 10 besar negara dengan produksi tekstil terbesar di dunia, tetapi Vietnam nomor satu di ASEAN," katanya.
Hidayat mendorong perbaikan kualitas agar menjaga daya saing industri tekstil dalam negeri. Apalagi Indonesia akan ikut serta dalam ASEAN Economic Community/AEC atau masyarakat ekonomi ASEAN yang dimulai akhir 2015. Ia menegaskan Indonesia harus menjadi basis produksi produk TPT, bukan hanya menjadi pasar besar di ASEAN.
"Seperti industri tekstil, kita harus bisa bersaing di mata ASEAN tahun 2015. Kalau berbicara soal ASEAN jumlah penduduknya hampir 400 juta jiwa dari jumlah itu 240 juta jiwa punya Indonesia. Takutnya kita menjadi market tetapi kita ingin sebaliknya. Kita harus buat yang kompetitif untuk mencapainya," tegas Hidayat
Ia mengatakan implikasi adanya AEC menyebabkan produk-produk dari negara mitra kerjasama dapat lebih mudah masuk ke pasar dalam negeri. Misalnya untuk sektor TPT tren importasi beberapa tahun terakhir meningkat cukup signifikan meskipun tren impor produk TPT tahun 2012 jauh lebih rendah bila dibandingkan tahun 2011.
"Tahun 2012 nilai impor TPT sebesar US$ 8,14 miliar menurun 3% bila dibandingkan tahun 2011 yang mencapai US$ 8,4 miliar," jelasnya.
Ia mengakui produksi tekstil dan produk tekstil terbesar di dunia masih dikuasai oleh Negeri Tirai Bambu China, walaupun kini kondisi industri TPT di China sedang bermasalah dengan sektor tenaga kerjanya. Untuk itu banyak perusahaan TPT China yang berniat melakukan relokasi produksi ke negara lain salah satunya ke Vieetnam dan Indonesia.
"Di China saat ini ada masalah soal tenaga kerja dan mereka (para pengusaha TPT) berniat ingin merelokasi apakah di Indonesia atau Vietnam. Di kedua tempat ini upahnya jauh lebih rendah tetapi yang menjadi masalah kita adalah skill. Kita akan memperbanyak training tenaga kerja dengan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pertekstilan seperti yang sudah dilakukan di Jawa Tengah dan kita akan buat kembali di Jawa Barat," tuturnya.
Selain itu, untuk mengembangkan sektor industri TPT, pihaknya juga akan memberikan tax holiday bagi perusahaan yang ingin memproduksi dan mengembangkan mesin tekstil
"Kita akan membuat roadmap karena kekurangan kita utamanya di mesin. Mesin tekstil kita sebagian besar adalah impor sehingga pemerintah akan memberikan tax holiday untuk perusahaan yang ingin investasi mesin di Indonesia. Karena 500 pabrik tekstil butuh peremajaan mesin tekstil. Kalau tergantung impor daya saing kita juga akan ketinggalan," tutupnya.