Kepulauan Cocos (Keeling) adalah sebuah Wilayah Luar negeri Australia yang terdiri dari 2 atol (pulau karang) dan 27 kepulauan koral atau pulau karang yang tergabung di dalam kelompoknya. Sebenarnya kepulauan Cocos ini berada lebih dari lima mil laut barat daya pulau Jawa. Pulau ini terletak di Samudera Hindia, berada di antara Australia dan Sri Lanka. Pada tanggal 23 November 1955 Britania Raya menyerahkan penguasaan atas Kepulauan Cocos kepada Australia. Uniknya motto kepulauan ini adalah 'Maju Pulau Kita', sama seperti bahasa melayu dan Indonesia.
Pada tahun 1609, Kapten William Keeling adalah orang Eropa pertama yang melihat pulau-pulau ini. Tetapi pada saat itu, pulau ini tak berpenghuni hingga pada abad kesembilan belas, ketika pulau-pulau itu menjadi milik keluarga Clunies-Ross. Seorang pelaut dan pedagang asal Skotlandia bernama Kapten John Clunies-Ross menjelajahi pulau-pulau ini pada tahun 1825. Tujuannya untuk memisahkan mereka dengan keluarganya. Kepulauan Cocos dan Pulau Keling kini sebuah wilayah yang masuk ke dalam kedaulatan negara Australia.
Kepulauan Cocos (Keeling) terdiri dari dataran rendah berkarang koral dengan luas 14,2 kilometer persegi (5,5 sq mi), 26 km (16 mil) dari garis pantai, ketinggian tertinggi 5 meter (16 kaki) dan ditutupi dengan pohon kelapa beserta vegetasi lainnya. Di sebagian besar pulau-pulau tidak ada sungai atau danau. Sumber air segar yang terbatas dan hanya terdapat pada pulau-pulau yang lebih besar. Iklim yang menyenangkan, diterpa oleh angin tenggara selama sekitar sembilan bulan dan dengan curah hujan sedang.
Di sebelah utara Pulau Keeling terdapat sebuah pulau karang, yang terdiri dari hanya satu pulau berbentuk huruf C. Di sini ada Taman Nasional yang didirikan pada tanggal 12 Desember 1995. Kepulauan Keeling Selatan adalah sebuah pulau karang yang terdiri dari 24 pulau, membentuk sebuah cincin karang, yang terlihat tidak lengkap, dengan total luas lahan 13,1 kilometer persegi (5.1 mil ²). Populasi penduduk terbagi dalam dua pulau di wilayah barat 'west island' dan 'home island'. Di Home Island dan Pulau Barat yang dihuni penduduk dan banyak sekali terdapat pondok-pondok yang dibuat oleh etnis Jawa, sebagai penduduk di pulau ini.
Pada tahun 2007, Estimasi penduduk pulau ini berjumlah 596 jiwa. Populasi penduduk terbagi dalam dua pulau antara bangsa Eropa di West Island yang kurang lebih berjumlah 120 jiwa dan bangsa Melayu di Home Island yang berjumlah kurang lebih 500 jiwa. Pada tahun 2010, jumlah penduduk di pulau diperkirakan hanya lebih dari 600 jiwa. Populasi di dua pulau berpenghuni umumnya terbagi antara etnis Eropa di West Island (populasi 100) dan etnis Melayu/Javanese di Home Island (populasi 500).
Menarik, di kepulauan Cocos ini mayoritas penduduknya adalah melayu dengan beragama Islam. Bahasa utama Kepulauan Cocos (Keeling) adalah bahasa Melayu dan Inggris. Orang-rang di Pulau Keling berbahasa Inggris yang bercampur dengan dialek bahasa Indonesia, sebuah bahasa yang mereka pergunakan sehari-hari. Dan 80% dari penduduk Kepulauan Keling adalah Muslim Sunni. Sebagian besar penduduk asli kepulauan yang berada di Samudera Hindia ini memiliki kesamaan dengan warga melayu Islam di Indonesia.
Diperkirakan awal mula penduduk melayu Cocos ketika perdagangan Islam di Hindia timur mulai berkembang di wilayah Nusantara. Kedua wilayah ini masyarakatnya berbudaya dan berbahasa pengantar melayu dan Inggris. Hingga saat ini kesetiaan mereka terhadap Islam, tradisi dan bahasa melayu masih tetap mereka pegang hingga kini. Mereka telah hidup di pulau terisolasi ini lebih dari sepuluh generasi.
Kepulauan Cocos ini adalah surga bagi penikmat pulau tropis, dengan perairan biru dari Samudra Hindia. Kepulauan Cocos Keeling adalah sekelompok pulau karang yang membentuk dua atol. Hanya dua dari 27 pulau yang dihuni, sisanya belum pernah dijelajahi. Ini Kepulauan Cocos membuat sebagai surga liburan pulau tropis bagi penikmat snorkeling, dan penyelaman kelas dunia, membuat pulau ini makin diminati orang untuk wisata.
Amerika Serikat tertarik mendirikan pangkalan pesawat pengintai di suatu kepulauan terpencil milik Australia yang terletak di sebelah barat Samudera Hindia atau di sekitar selatan Indonesia. Namun, Australia mengaku belum menganggap serius minat AS itu. Menurut harian The Washington Post, wilayah yang dimaksud adalah Kepulauan Cocos. Wilayah itu berjarak 3.000 km di sebelah barat daratan Australia dan sebelah selatan Pulau Sumatra, Indonesia.
Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith juga mengungkapkan telah muncul wacana untuk menjadikan Kepulauan Cocos milik Australia sebagai pangkalan militer AS. Namun, dia mengatakan Australia belum bersedia menindaklanjuti ide itu secara serius. Itu juga tidak termasuk dalam rencana yang disiapkan Canberra untuk memperkuat hubungan militer dengan AS dalam waktu dekat. Smith menegaskan keberadaan militer AS di kawasan Asia Pasifik berguna untuk menegakkan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran. Itulah sebabnya Australia tahun lalu mengizinkan rencana AS menambah kekuatan pasukan marinirnya secara bertahap di Darwin—sebelah tenggara Indonesia—sebanyak 2.500 personel mulai tahun ini.
Menurut harian The Washington Post, Departemen Pertahanan AS (Pentagon) tertarik menggunakan Cocos Islands sebagai pangkalan baru bagi armada pesawat pengintai mereka supaya bisa terbang memantau keadaan di Laut China Selatan. Kawasan itu rawan konflik karena berlokasi sangat strategis bagi jalur perdagangan dan kaya akan sumber daya alam. Sejumlah negara, seperti China, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Taiwan selama ini bersitegang mengklaim batas maritim di Laut China Selatan. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir sudah muncul “benturan kecil” yang melibatkan kapal-kapal dari sejumlah negara yang berkepentingan.
Menurut Washington Post, Cocos Islands bisa menjadi alternatif bagi AS untuk mendirikan pangkalan militer baru. Apalagi kontrak hak guna salah satu pangkalan AS saat ini yang berlokasi di suatu pulau milik Inggris di Samudera Hindia, Diego Garcia, akan habis pada 2016 dan belum ada tanda-tanda perpanjangan. Pemerintah Australia sudah memberi penjelasan kepada mitranya dari Indonesia mengenai isu menjadikan Kepulauan Cocos sebagai pangkalan pesawat pengintai militer AS. Australia menegaskan bahwa isu mengenai Cocos itu masih berupa rencana jangka panjang dan belum dibicarakan secara resmi dengan AS.
Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr, mengungkapkan bahwa dia telah memberi penjelasan itu kepada Menlu Marty Natalegawa, yang menelepon dia pada Jumat pagi. Carr juga mengungkapkan bahwa Menteri Pertahanan Stephen Smith sehari sebelumnya telah mengatakan bahwa Kepulauan Cocos dipandang sebagai aset strategis yang potensial bagi Australia. Lokasi gugus pulau karang itu terletak di Samudera Hindia bagian barat, atau berjarak sekitar 3.000 km Australia, dan tak jauh dari Pulau Christmas. Kepulauan Cocos itu juga terletak di halaman belakang Indonesia, atau hanya berjarak sekitar 1.000 km dari arah barat daya Pulau Jawa, dan bagian selatan Pulau Sumatera.
Carr menyadari ada banyak spekulasi mengenai isu pangkalan Cocos. Namun, dia menegaskan belum ada keputusan dari Australia dan juga belum ada permintaan dari AS mengenai penggunaan Kepulauan Cocos. Sebagai pejabat negara sahabat, Carr menganggap wajar bila Menlu Natalegawa mencari informasi mengenai isu itu dengan bertanya langsung kepada dia melalui sambungan telepon.